Jumat, 18 Juni 2010

pemilihan anggota dewan dan kepala daerah

Ada yang menarik dari kasus yang beberapa hari lalu disiarkan disalah satu setasiun televisi swasta yakni pembagian uang secera terang-terangan pada saat pemilihan umum kepala daerah (pemilukada) disuatu daerah. Hal diatas sering disebut Politik uang atau money politi, money politic sekarang ini masih sangat familiar ditelinga masyarakat Indonesia, apa lagi belakangan ini sedang ramai pemilukada didaerah-daerah diseluruh nusantara. Beberapa kasus yang berkaitan dengan politik uang ini sudah terjadi di beberapa kota yang baru saja melaksanakan pilkada, itu pun yang ketahuan.
Kemungkinan terjadinya money politic pada pemilukada yang lagi ramai dilakukan didaerah cukup terbuka karna banyak diantara para pemilih calon kepala daerah yang bersikap pragmatis. Sikap pragmatis yang berkembang ditengah-tengah masyarakat ini akan melahirkan anggapan bahwa pemilukada ini sebagai momen penting yang lima tahun sekali terjadi yakni untuk meraih rezaki secara instan.
Sikap pragmatis tersebut berkembang dikarnakan faktor utama yang paling mendasar adalah karena desakan kebutuhan ekonomi yang terus meningkat derastis setiap tahunnya, dan karena menganggap bahwa pemilukada adalah sebagai momen untuk mendapat keuntungan sesaat. Prakter money politic akan efektif ditengah-tengah masyarakat yang bersikap pragmatisme. Preaktek money politic biasanya dilakukan melalui tim sukses masing-masing parpol atau calon kepala daerah secara strategis yang dibuat untuk melancarkan calon kepala daerah agar bersosialisai dengan masyarakat.
Para tim sukses yang melakuka pendekatan kepada colon pemilih untuk memastikan calon pemilih benar-benar memilih calon kepala daerah yang disepakati. Semestinya praktek money politic perlu diwaspadai karnakan sangat dikhawatirkan masyarakatlah yang akan menanggung dampak buruk dari money politic tersebut, menurut pengamat politik Tarif Syam mengatakan bahwa masyarakat harus sadar karena pragmatime politik itu cendrung melahirkan pemimpin yang tidak kredibel. Bagaimana tidak selama ini baik pemilu ataupun pilkada tidak lepas dari money polotic, uanglah yang akan menentukan siapa yang akan terpilih sebagai wakil rakyat. Hal terebut dikarnakan investasi untuk menjadi yang terpilih sangat besar, maka akhirnya jabatan yang yang seharusnya menjadi amanah rakyat pun kemudian berubah menjadi ladang yang subur untuk pengembalian investasi. Disinilah yang menjadi salah satu kesempatan untuk terjadinya praktek-praktek korupsi (power tends to corrupt). Kenyataannya sudah banyak didaerah-daerah yang bupatinya terkena kasus korupsi. Coba kita buka kembali peraturan pemerintahan no 6 tahun 2005yang mengatur tentang peilihan dan pengesahan kepala daerah pada pasal 64 ayat 1&2 yakni ”pasangan calon dan atau tim kampanye dilaran menjajikan dan atau memerikan uang atau materi lainnya untuk mempengarhi pemilih” walaupun peraturan pemeritah ini hanya bersifat pengganti undang undang akan tetapi kan sudah sangat jelas tertulis peraturan yang melarang akan adanya money politic tapi mengapa para calon masih saja melakuannya. Atau munkin tidak adanya sanksi yang tegas dari ayat dua “pasangan calon dan atau tim kampanye yang terbukti melakukan pelanggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), berdasarkan putusan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dikenai sanksipembatalan sebagai pasangan calon oleh DPRD”
Walaupn uang sangat berpengaruh terhadap pemilihan kepala daerah, namun hal tersebut tidak menjadikan jaminan sukses untuk memenangkan perselisihan dalam pemilu. Selain modal uang investasi social dan ketokohan juga menjadi beberapa faktor untuk terpilihnya calon kepala daerah ataupun wakil rakyat.
Yang seharusnya disayangkan adalah sebagian besar masyarakat sudah terbiasa dengan praktek money politic yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi ataupun secara terang-terangan. Padahal salah satu pertimbangan dilakukannya pemilu adalah untuk meminimalisir money politik, selama ini praktek politik uang sudah tidak dapat dikendalikan lagi, berbagai peraturan dan undang-undang yang mengatur larangan money politik seolah-olah dibuat untuk dilanggar, seharusnya praktek money politik menjadi hal yang tabu dimata intrnasional akan tetapi seakan menjadi hal yang wajar dalam pemilu diIndonesia apalagi dalam pemilihan kepala daerah. Hal sepeti inilah yang menjadi penyebab kualitas pejabat public ataupun wakil rakyat menjadi terabaikan “siapa yang mempunyai uang banyaklah yang berhak menjadi wakil rakyat” mungkin itu slogan yang pantas untuk para pejabat public. Dikarnakan seseorang dipilih bukan karna kualitas ataupun kapasitasnya dan kompetensinya untuk menempati jabatan sebagai wakil rakyat tersebut, akan tetapi melainkan semata-mata karana memberikan uang kepada pemilih menjelang pemilihan. Ini juga salah satu penyebab jabatan public ditempati oleh para medioker atau mereka yang sesungguhnya tidak memiliki keahlian dan prestasi yang memadai untuk menjalankan struktur Negara, akibatnya tentu saja struktur Negara tidak akan berjalan dengan baik seperti apa yang diharapkan untuk mewujudkan cita-cita yang diinginkan oleh semua masyarakat yakni kesejahteraan.
Tidak ada pemilihan kepala daerah yang bebas dari money politic, hanya saja caranya bermacam-macam, ada yang berupa pemberian sumbangan ke organisasi masyarakat atau dalam bentuk peralatan tertentu. Seharusnya lebih dipertegas lagi PRATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA No. 6 Tahun 2005 Tentang PEMILIHAN, PENGESAHAN, PENGANGKATAN DAN PEMBERHENTIAN KEPALA DAERAH DAN WAKL KEPALA DAERAH. Ataupun peraturan yang mengatur tentang pemilihan umum. Supaya tidak ada lagi yang namanya jual beli suara rakyat ataupun money politic. Dan panitia pengawas pemilihan pn harus ikut serta untuk meningkatkan kewaspadaannya dalam money polotic ini, kesejahteraan rakyat pun harus diperhatikan karna faktor ekonomilah yang menjadi penyebab utamanya terjadinya jual beli suara rakyat.