Sabtu, 23 Juni 2012

PERBANDINGAN HUKUM TENTANG PENGADAAN TANAH BAGI PELAKSANAAN MENGENAI PEMBANGUNAN UNTUK KEPENTINGAN UMUM (KEPRES 55/1993, KEPRES 36/2005, dan UU No 2/2012)

KEPRES N0 55 TAHUN 1993 Pengadaan tanah untuk pelaksanaan pembangunan kepentingan umum dilakukan oleh pemerintah dengan cara pelepasan atau penyerahan hak atas tanah, dilakukan berdasarkan prinsip penghormatan terhadap hak atas tanah. Pengadaan dan rencana pemenuhan kebutuhan tanah yang diperlukan bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum hanya dapat dilakukan apabila penetapan rencana pembangunan untuk kepentingan umum tersebut sesuai dengan dan berdasar pada Rencana Umum Tata Ruang yang telah ditetapkan terlebih dahulu Pembangunan untuk kepentingan umum berdasarkan Keputusan Presiden ini dibatasi untuk Kegiatan pembangunan yang dilakukan dan selanjutnya dimiliki Pemerintah serta tidak digunakan untuk mencari keuntungan, dalam pasal 5 bidang-bidang antara lain sebagai berikut : Jalan umum, saluran pembuangan air Waduk, bendungan dan bangunan pengairan lainnya termasuk saluran irigasi Rumah Sakit Umum dan Pusat-pusat Kesehatan Masyarakat. Pelabuhan atau bandar udara atau terminal Peribadatan Pendidikan atau sekolahan Pasar Umum atau Pasar INPRES Fasilitas pemakaman umum Fasilitas Keselamatan Umum seperti antara lain tanggul penanggulangan bahaya banjir lahar dan lain-lain bencana Pos dan Telekomunikasi Sarana Olah Raga Stasiun penyiaran radio, televisi beserta sarana pendukungnya Kantor Pemerintah Fasilitas Angkatan Bersenjata Republik Indonesia Pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum dilakukan melalui musyawarah. Musyawarah dilakukan secara langsung antara pemegang hak atas tanah yang bersangkutan dan Instansi Pemerintah yang memerlukan tanah. Dalam hal jumlah pemegang hak atas tanah tidak memungkinkan terselenggaranya musyawarah secara efektif, maka musyawarah dilaksanakan Panitia Pengadaan Tanah dan Instansi Pemerintah yang memerlukan tanah dengan wakil-wakil yang ditunjuk diantara dan oleh para pemegang hak atas tanah, yang sekaligus bertindak selaku kuasa mereka. Musyawarah dipimpin oleh Ketua Panitia Pengadaan Tanah. Tata caranya melalaui adanya panitia pengadaan tanah, musyawarah dan ganti kerugian panitia pengadaan tanah mengadakan penelitian dan inventarisasi atas tanah, bangunan, tanaman, dan bendabenda lain yang ada kaitannya dengan tanah yang hak atasnya akan dilepaskan atau diserahkan; mengadakan penelitian mengenai status hukum tanah yang hak atasnya akan dilepaskan atau diserahkan dan dokumen yang mendukungnya; menaksir dan mengusulkan besarnya ganti kerugian atas tanah yang hak atasnya akan dilepaskan atau diserahkan; memberi penjelasan atau penyuluhan kepada pemegang hak atas tanah mengenai rencana dan tujuan pengadaan tanah tersebut; mengadakan musyawarah dengan para pemegang hak atas tanah dan Instansi Pemerintah yang memerlukan tanah dalam rangka menetapkan bentuk dan/atau besarnya ganti kerugian; menyaksikan pelaksanaan penyerahan uang ganti kerugian kepada para pemegang hak atas tanahb bangunan, tanaman, dan benda-benda lain yang ada diatasnya; membuat berita acara pelepasan atau penyerahan hak atas tanah. Ganti kerugian dalam rangka pengadaan tanah diberikan untuk : hak atas tanah bangunan tanaman benda-benda lain, yang berkaitan dengan tanah; Bentuk ganti kerugian dapat berupa : uang tanah pengganti pemukiman kembali gabungan dari dua atau lebih untuk ganti kerugian sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c; dan e. bentuk lain yang disetujui oleh pihak-pihak yang bersangkutan. Penggantian terhadap bidang tanah yang dikuasai dengan hak ulayat diberikan dalam bentuk pembangunan fasilitas umum atau bentuk lain yang bermanfaat bagi masyarakat setempat. Dasar dan cara perhitungan ganti kerugian ditetapkan atas dasar : harga tanah yang didasarkan atas nilai nyata atau sebenarnya, dengan memperhatikan nilai jual obyek Pajak Bumi dan Bangunan yang terkait untuk tanah yang besangkutan; nilai jual bangunan yang ditaksir oleh Instansi Pemerintah Daerah yang brtanggungjawab di bidang pertanian; nilai jual tanaman yang ditaksir oleh Instansi Pemerintah Daerah yang betanggung jawab di bidang pertanian. Ganti kerugian diserahkan langsung kepada : pemegang atas tanah atau ahli warisnya yang sah b.nadzir,bagi tanah akaf. Dasar dan cara perhitungan ganti kerugian ditetapkan atas dasar : harga tanah yang didasarkan atas nilai nyata atau sebenarnya, dengan memperhatikan nilai jual obyek Pajak Bumi dan Bangunan yang terkait untuk tanah yang besangkutan;\ nilai jual bangunan yang ditaksir oleh Instansi Pemerintah Daerah yang brtanggung jawab di bidang pertanian nilai jual tanaman yang ditaksir oleh Instansi Pemerintah Daerah yang betanggung jawab di bidang pertanian. Bentuk dan besarnya ganti kerugian atas dasar cara perhitungan cara yang ditetapkan dalam musyawarah. PERPRE No. 36 TAHUN 2005 Pengadaan tanah bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum oleh Pemerintah atau pemerintah daerah dilaksanakan dengan cara pelepasan atau penyerahan hak atas tanah atau pencabutan hak atas tanah. Pengadaan tanah selain bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum oleh Pemerintah atau pemerintah daerah dilakukan dengan cara jual beli, tukar menukar, atau cara lain yang disepakati secara sukarela oleh pihak-pihak yang bersangkutan. Pelepasan atau penyerahan hak atas tanah dilakukan berdasarkan prinsip penghormatan terhadap hak atas tanah. Pencabutan hak atas tanah dilakukan berdasarkan ketentuan Undang-undang Nomor 20 Tahun 1961 tentang Pencabutan Hak-hak Atas Tanah Dan Benda-benda yang ada di atasnya. Pengadaan dan rencana pemenuhan kebutuhan tanah yang diperlukan bagi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum hanya dapat dilakukan apabila berdasarkan pada Rencana Tata Ruang Wilayah yang telah ditetapkan lebih dahulu. Apabila tanah telah ditetapkan sebagai lokasi pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum berdasarkan surat keputusan penetapan lokasi yang ditetapkan oleh Bupati/ Walikota atau Gubernur, maka bagi siapa yang ingin melakukan pembelian tanah di atas tanah tersebut, terlebih dahulu harus mendapat persetujuan tertulis dari Bupati/ Walikota atau Gubernur sesuai dengan kewenangannya. Pengadaan tanah untuk kepentingan umum di wilayah kabupaten/kota dilakukan dengan bantuan panitia pengadaan tanah kabupaten/kota yang dibentuk oleh Bupati/Walikota. Panitia Pengadaan Tanah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta dibentuk oleh Gubernur. Pengadaan tanah yang terletak di dua wilayah kabupaten/kota atau lebih, dilakukan dengan bantuan panitia pengadaan tanah provinsi yang dibentuk oleh Gubernur. Pengadaan tanah yang terletak di dua wilayah provinsi atau lebih, dilakukan dengan bantuan panitia pengadaan tanah yang dibentuk oleh Menteri Dalam Negeri yang terdiri atas unsur Pemerintah dan unsur Pemerintah Daerah terkait. Dalam hal kegiatan pembangunan untuk kepentingan umum yang tidak dapat dialihkan atau dipindahkan secara teknis tata ruang ketempat atau lokasi lain, maka musyawarah dilakukan dalam jangka waktu paling lama120 (seratus dua puluh) hari kalender terhitung sejak tanggal undangan pertama. Jika terjadi sengketa kepemilikan setelah penetapan ganti rugi, maka panitia menitipkan uang ganti rugi kepada pengadilan negeri yang wilayah hukumnya meliputi lokasi tanah yang bersangkutan. Pembangunan untuk kepentingan umum yang dilaksanakan Pemerintah atau Pemerintah Daerah yang selanjutnya dimiliki atau akan dimiliki oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah, dalam pasal 5 meliputi : a. jalan umum dan jalan tol, rel kereta api (di atas tanah, di ruang atas tanah, ataupun di ruang bawah tanah), saluran air minum/air bersih, saluran pembuangan air dan sanitasi; b. waduk, bendungan, bendungan irigasi dan bangunan pengairan lainnya; c. pelabuhan, bandar udara, stasiun kereta api, dan terminal; d. fasilitas keselamatan umum, seperti tanggul penanggulangan bahaya banjir, lahar, dan lain-lain e. tempat pembuangan sampah; f. cagar alam dan cagar budaya; g. pembangkit, transmisi, distribusi tenaga listrik.” Bentuk ganti rugi dapat berupa : a. Uang; dan/atau b. Tanah pengganti; dan/atau c. Pemukiman kembali; Dasar perhitungan besarnya ganti rugi didasarkan atas : a. Nilai Jual Obyek Pajak (NJOP) atau nilai nyata/sebenarnya dengan memperhatikan Nilai Jual Obyek Pajak tahun berjalan berdasarkan penilaian Lembaga/Tim Penilai Harga Tanah yang ditunjuk oleh panitia; b. nilai jual bangunan yang ditaksir oleh perangkat daerah yang bertanggung jawab di bidang bangunan; c. nilai jual tanaman yang ditaksir oleh perangkat daerah yang bertanggung jawab di bidang pertanian UU No 2 TAHUN 2012 Pihak yang Berhak wajib melepaskan tanahnya pada saat pelaksanaan Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum setelah pemberian Ganti Kerugian atau berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Pengadaan Tanah untuk Kepentingan umum diselenggarakan oleh Pemerintah sesuai dengan: Rencana Tata Ruang Wilayah Rencana Pembangunan Nasional/Daerah Rencana Strategis Rencana Kerja setiap Instansi yang memerlukan tanah. Dalam hal Pengadaan Tanah dilakukan untuk infrastruktur minyak, gas, dan panas bumi, pengadaannya diselenggarakan berdasarkan Rencana Strategis dan Rencana Kerja Instansi yang memerlukan tanah. Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum diselenggarakan melalui perencanaan dengan melibatkan semua pengampu dan pemangku kepentingan. Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum wajib diselenggarakan oleh Pemerintah dan tanahnya selanjutnya dimiliki Pemerintah atau Pemerintah Daerah. Dalam hal Instansi yang memerlukan Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum adalah Badan Usaha Milik Negara, tanahnya menjadi milik Badan Usaha Milik Negara. Pembangunan untuk Kepentingan Umum diselenggarakan Pemerintah dan dapat bekerja sama dengan Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, atau Badan Usaha Swasta. Pembangunan pertahanan dan keamanan nasional pembangunannya diselenggarakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Tanah untuk Kepentingan Umum digunakan untuk pembangunan: pertahanan dan keamanan nasional jalan umum, jalan tol, terowongan, jalur kereta api, stasiun kereta api, dan fasilitas operasi kereta api waduk, bendungan, bendung, irigasi, saluran air minum, saluran pembuangan air dan sanitasi, dan bangunan pengairan lainnya pelabuhan, bandar udara, dan terminal infrastruktur minyak, gas, dan panas bumi pembangkit, transmisi, gardu, jaringan, dan distribusi tenaga listrik jaringan telekornunikasi dan inforrnatika Pemerintah tempat pembuangan dan pengolahan sampah rumah sakit Pemerintah/Pemerintah Daerah fasilitas keselamatan umum tempat pemakaman umum Pemerintah/Pemerintah Daerah fasilitas sosial, fasilitas umum, dan ruang terbuka hijau publik cagar alarn dan cagar budaya kantor Pemerintah/Pemerintah Daerah/desa penataan perrnukiman kurnuh perkotaan dan/ atau konsolidasi tanah, serta perumahan untuk masyarakat berpenghasilan rendah dengan status sewa prasarana pendidikan atau sekolah Pemerintah/Pemerintah Daerah prasarana olahraga Pemerintah/Pemerintah Daerah pasar umum dan lapangan parkir umum. Tahapan Pengadaan Tanah untuk Kepentingan umum diselenggarakan melalui: Tahap perencanaan Tahap persiapan Tahap pelaksanan Tahap penyerahan hasil Perencanaan Pengadaan Tanah untuk Kepentingan Umum disusun dalam bentuk dokumen perencanaan Pengadaan Tanah, dimana dalam dokumen tersebut rnemuat tentang maksud dan tujuan rencana pembangunan, kesesuaian dengan Rencana Tata Ruang Wilayah dan Rencana Pembangunan Nasional dan Daerah, letak tanah, luas tanah yang dibutuhkan, gambaran umum status tanah, perkiraan waktu pelaksanaan Pengadaan Tanah, perkiraan jangka waktu, pelaksanaan pembangunan, perkiraan nilai tanah, rencana penganggaran. Pendataan awal lokasi rencana pembangunan meliputi kegiatan pengumpulan data awal Pihak yang Berhak dan Objek Pengadaan Tanah. Pendataan awaI dilaksanakan daIam waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak pemberitahuan rencana pembangunan. Hasil pendataan awal lokasi rencana pembangunan digunakan sebagai data untuk pelaksanaan Konsultasi Publik rencana pembangunan. Penilaian besarnya nilai Ganti Kerugian oleh Penilai dilakukan bidang per bidang tanah, meliputi: Tanah Ruang atas tanah dan bawah tanah Bangunan Tanaman Benda yang berkaitan dengan tanah Kerugian lain yang dapat dinilai. Nilai Ganti Kerugian yang dinilai oleh Penilai merupakan hasil pada saat pengumuman penetapan lokasi pembangunan untuk Kepentingan Umum Besarnya nilai Ganti Kerugian berdasarkan hasil penilaian Penilai yang disampaikan kepada Lembaga Pertanahan dengan berita acara. Nilai Ganti Kerugian berdasarkan hasil penilaian menjadi dasar musyawarah penetapan Ganti Kerugian. Pemberian Ganti Kerugian dapat diberikan dalam bentuk: uang, tanah pengganti, permukiman kembali, kepemilikan saham atau bentuk lain yang disetujui oleh kedua belah pihak. Pada saat pemberian Ganti Kerugian Pihak yang Berhak menerima Ganti Kerugian wajib melakukan Pelepasan hak dan menyerahkan bukti penguasaan atau kepemilikan Objek Pengadaan Tanah kepada Instansi yang memerlukan tanah melalui Lembaga Pertanahan.

Selasa, 29 Mei 2012

hak atas rumah bagi kaum miskin

Manusia dan tempat tingal adalah saling melengkapi satu sama lain di era modern sperti saat ini, kenapa tidak karna pada dasarnya manusia membutuhkan tempat tinggal untuk berlindung dari keadaan alam, dan tempat tinggal harus di tempati oleh pemiliknya jika tidak maka akan ada makhluk ghoib yg menempatinya. Makna dari tempat tinggal itu sendiri bisa berarti sangat luas, bisa diartikan sebagai sebuah rumah, tempat berteduh selain rumah, tempat berteduh yang bersifat sementara. Pada konstitusi tertinggi Negara ini yakni UUD 1945 telah di amandemen sebanyak empat kali, pada amandemen yang ke dua tepatnya pada tahun 2000 lalu, telah terdapat BAB Hak Asari Manusia yang lebih terperinci dari amandemen sebelumnya. Pada pasal 28H ayat (1) dikatan bahwa “ setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin,bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehat” dalam pasal ini hidup sejahtera lahir dan batin meliputi hak bertempat tinggal, hak mendapat lingkungan hidup yang baik dan sehat, serta hak memperoleh pelayanan kesehatan. Yang perlu digaris bawahi dalam penelasan diatas adalah hak bertemat tinggal. Kita tinggalkan sejenak tentang penjelasan pasal 28H ayat (1) UUD 1945, Indonesia telah meratifikasi ICESC pada tahun 2005. Pada pasal 11 ayat (1) penggunaan kalimat “pengakuan hak atas penghidupan yang layak” dalam pasal ini kehidupa yang layak meliputi kecukupan hak makanan, rumah, dan pakaian. Yang perlu digaris bawahi dalam penjelasan p`ragraf ini adalah hak rumah. Jika dibandingkan dengan UUD 1945 pasal 28H ayat (1) dengan ICESCR pasal 11 ayat (1), perbedaan dari tempat tinggal dan rumah memiliki makna yang berbeda. Tempat tinggal seperti halnya manusia zaman purba hanya bersifat sementara dan ada yang menetap, seperti contohnya bertempat tinggal dikolong jembatan bisa juga menumpang di tempat saudara, bahkan sampai mendirikanbangunan rumah yang bukan pada haknya. Sedangkan rumah bisa diartikan adalah tempat tinggal yang sah dan memiliki serifikat serta surat atas haknya sehingga pendiriannya tidak illegal. Perkembangan masyatrakat kota Indonesia saat ini sangatlah pesat di karnakan faktor mencari pekerjaan di kota lebih mudah dari pada di desa, dan pada akhirnya dengan kepadatan tersebut ada beberapa masyarakt yang mendirikan baguna rumah secar illegal. Bisa dikatakan Indonesia sangat berani meratifiksi ICESCR dan patut untuk diapresiasi keberaniannya. Akan tetapi penerapan ICESCR itu sendiri belum terealisasi secara maksimal, dari penjelasa UUD 1945 pasal 28H ayat (1) sangat menghawatirkan sedangkan pasal 9 UU no 39 tahun 1999 yang seharusnya memperkuat akan tetapi justru malah melemahkan UUD psal 28H ayat (1) karna tidak adanya penjelasan yang pasti mengenai “hak untuk meningkatkan taraf hidup” pada UU 39 pasal 9 tersebut. Dari beberapa penjelasa diatas Negara bisa dikatakan melanggar hak asasi manusia mengacu pada ICESCR yang sudah diratifikasi oleh Indonesia. Seharusnya Hak untuk mendapatkan rumah yang laya dan memiliki keabsahan yang pasti (legal) yang terdapat pada penjelasan ICESCR malah dibatasi oleh perundang-undangan di Indonesia. Dengan demikian Negara wajib menjamin pemenuhan hak atas rumah dengan beberapa indicator 1. Sifat kepemilikan hakya, untuk mendapatkan haknya terpenuhi sebagai pemilik atas tanah dan bangunan yang berdiri siatasnya. 2. Harga terjangkau, semua masyarakat dari kalangan (khususnya) kelas menengah kebawah mampu untuk membeli rumah beserta bangunan yang ada diatasnya. 3. Kelayakan, dengan harga terjangkau untuk semua masyarakat miskin kulitas dan kelayakan harus diutamakan karna menyangut keselamatan penghuninya. 4. Lokasi, lokasi berpengaruh pada keselamatan juga karna jangan sampai dengan harga yang sangat murah berlokai di pinggir jurang.

Senin, 07 Mei 2012

koboy palmerah

“Hak Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhlukTuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, Pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia”. Seperti yang tercantum pada Undang-Undang No 39 Tahun 1999 tentang hak asasi manusia, bahwa hak asasi manusia adalah kodrat yang diberikan oleh tuhan yang wajib di lindungi oleh Negara. Di zaman modernisasi seperti saat ini banyak orang jawa mengatakan “saiki jamane, jaman edan” sekarang zamannya, zaman gila. Memang benar apa yang dikatakan orang jawa tersebut, untuk saat ni nyawah sudah tidak berharga lagi di Indonesia. Beberapa hari yang lalu di salah satu media elektronik memberitakan terjadi main hakim amuk warga yang diduga pencuri sapi di Madura korbannya dibakar oleh masa. Yang lebih menghawatirkan lagi saat ini tentang pemberitaan koboy palmerah, kehadiran mereka di media elektronok maupun cetak sudah cukup meresahkan masyarakat Indonesia. Pada Undang-Undang Dasar 1945 yang sudah beberapa kali di amandemen juga telah memuat beberapa pasal tentang Hak Asasi Manusia dan Indonesia telah meratifikasi ICCPR (INTERNATIONAL COVENANT ON CIVIL AND POLITICAL RIGHTS). Dalam Undang-Undang no 39 Tahun 1999 tentang hak asasi manusia pada pasal 9 ayat 2 berbunyi “Setiap orang berhak hidup tenteram, aman, damai, bahagia, sejahtera lahir dan batin”. Hak untuk damai sendiri yang dengan keberadaan koboy palmerah sudah membuat masyarakat resah dan khawatir, bisa saja koboy palmerah dengan seenaknya sendiri meluncurkan peluru dari senjata api yang dibawa. Dalam hal ini pemerintah yang seharusnya melindungi hak asasi manusia atas negaranya yang tentram, aman, damai, bahagia, sejahtera lahir dan batin.

Sabtu, 05 Mei 2012

persamaan dan perbedaan hukum acara PTUN dengan hukum acara perdata

Perbedaan Antara Hukum Acara PTUN dengan Hukum Acara Perdata Obyek Gugatan Objek gugatan TUN adalah KTUN yang mengandung perbuatan onrechtsmatingoverheid daad (perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh penguasa. Hukum acara perdata adalah onrechtmating daad (perbuatan melawan hukum) Kedudukan Para Pihak Kedudukan para pihak dalam sengketa TUN, selalu menempatkan seseorang atau badan hukum perdata sebagai pihk tergugat dan badan atau pejabat TUN sebagai pihak tergugat. Pada hukum acara perdata para pihak tidak terikat pada kedudukan. Gugat Rekonvensi Dalam hukum acara perdata dikenal dengan gugat rekonvensi (gugat balik), yang artinya gugatan yang diajukan oleh tergugat terhadap penggugat dalam sengketa yang sedang berjalan antar mereka.  Tenggang Waktu Pengajuan Gugatan Dalam hukum acara TUN pengajuan gugatan dapat dilakukan dalam tenggang waktu 90 Hari. Tuntutan Gugatan  Dalam hukum acara perdata boleh dikatakan selalu tuntutan pokok itu (petitum primair) disertai dengan tuntutan pengganti atau petitum subsidiar. Dalam hukum acara PTUN hanya dikenal satu macam tuntutan poko yang berupa tuntutan agar KTUN yang digugat itu dinyatakan batal atau tidak sah atau tuntutan agar KTUN yang dimohonkan oleh penggugat dikeluarkan oleh tergugat. Rapat Permusyawaratan Dalam hukum acara perdata tidak dikenal Rapat permusyawaratan. Dalam hukum acara PTUN, ketentuan ini diatur pasal 62 UU PTUN Pemeriksaan Persiapan Dalam hukum acara PTUN juga dikenal Pemeriksaan persiapan yang juga tidak dikenal dalam hukum acara perdata. Dalam pemeriksaan persiapan hakim wajib member nasehat kepada pengugat untuk memperbaiki gugatan dalam jangka waktu 30 hari dan hakim memberi penjelasan kepada badan hukum atau pejabat yang bersangkutan. Putusan Verstek Kata verstek berarti bahwa pernyataan tergugat tidak dating pada hari sidang pertama. Apabila verstek terjadi maka putusan yang dijatuhkan oleh hakim tanpa kehadiran dari pihak tergugat. Ini terjadi karena tergugat tidak diketahui tempat tinggalnya. PTUN tidak mengenal Verstek. Pemeriksaan Cepat Dalam hukum acara PTUN terdapat pada pasal 98 dan 99 UU PTUN, pemeriksaan ini tidak dikenal pada hukum acara perdata. Pemerikasaan cepat dilakukan karena kepentingan penggugat sangat mendesak, apabila kepentingan itu menyangkut KTUN yang berisikan misalnya perintah pembongkaran bangunan atau rumah yang ditempati penggugat.  Sistem Hukum Pembuktian Sistem pembuktian vrij bewijsleer) dalam hukum acara perdata dilakukan dalam rangka memperoleh kebenaran formal, sedangkan dalam hukum acara PTUN dilakukan dalam rangka memperoleh kebenaran materiil (pasal 107 UU PTUN). Sifat Ega Omnesnya Putusan Pengadilan Artinya berlaku untuk siapa saja dan tidaka hanya terbatas berlakunya bagi pihak-pihak yang berperkara, sama halnya dalam hukum acara perdata. Pelaksanaan serta Merta (executie bij voorraad) Dalam hukum acara PTUN tidak dikenal pelaksanaan serta merta sebagaimana yang dikenaldalam hukum acara perdata. Ini terdapat pada pasal 115 UU PTUN. Upaya pemaksa Agar Putusan Dilaksanakan Dalam hukum acara perdata apabila pihak yang dikalahkan tidak mau melaksanakan putusan secara sukarela, maka dikenal dengan upaya emaksa agar putusan tersebut dilaksanakan. Dalam hukum acara PTUN tidak di kenal karena bukan menghukum sebagaimana hakikat putusan dalam hukum acara perdata. Hakikat hukum acara PTUN adalah untuk membatalkan KTUN yang telah dikeluarkan. Kedudukan Pengadilan Tinggi Alam hukum acara perdata kedudukan pebgadilan tinggi selalu sebagai pengadilan tingkat banding, sehingga tiap perkara tidak dapat langsung diperiksa oleh pengadilan tinggi tetapi harus terlebih dahulu melalui pengadilan tingkat pertama (pengadilan Negeri). Dalam hukum acara PTUN kedudukan pengadilan tinggi dapat sebagai pengadilan tingkat pertama. Hakim Ad Hoc Hakim Ad Hoc tidak dikenal dalam hukum acara perdata, apabila diperlukan keterangan ahli dalam bidang tertentu, hakim cukup mendengarkan keterangan dari saksi ahli. Dalam hukum acara PTUN diatur pasal 135 UU PTUN. Apabila memerlukan keahlian khusus maka ketua pengadilan dapat menujuk seorang hakim Ad Hoc sebagai anggota majelis. Persamaan Antara Hukum Acara Pengadilan TUN dengan Hukum acara Perdata Pengajuan gugatan.  Pengajuan gugatan menurut hukum acara PTUN di atur dalam Pasal 54 UU PTUN, Hukum acara perdata di atur dalam pasal 118 HIR. Berdasarkan itu bahwa gugatan sama-sama diajukan ke pengadilan yang daerah hukumnya meliputi tempat tinggal tergugat.  Isi Gugatan Isi gugatan hukum acara PTUN diatur dalam pasal 56 UU PTUN, dan Hukum acara perdata diatur dalam pasal 8 Nomor 3 Rv. Isi gugatan terdiri dari yaitu:  a. Identitas para pihak  b. Posita c. Petitum Pendaftaran Perkara Pendaftaran perkara Hukum acara PTUN diatur dalam Pasal 59 UU PTUN, dan Hukum acara Perdata pada pasal 121 HIR. Persamaannya adalah penggugat membayar uang muka biaya perkara, gugatan kemudian kemudian di daftarkan panitera dalam buku daftar perkara. Bagi penggugat yang tidak mampu boleh tidak untuk membayar uang muka biaya perkara, dengan syarat membawa surat keterangan tidak mampu dari kepala desa atau lurah setempat (pasal 60 UU PTUN dan Pasal 237 HIR).  Penetapan Sidang Penetapan hari siding di atur dalam pasal 59 ayat 3 dan pasal 64 UU PTUN, Hukum Acara perdata pada pasal 122 HIR. Setelah di daftarkan dalam buku daftar perkara maka hakim menentukan hari, jam, tempat persidangan, dan pemanggilan para pihak untuk hadir. Dan hakim harus sudah menentukan selambat-lambatnya 30 hari setelah gugatan terdaftar. Pemanggilan Para Pihak Pemanggilan para pihak menurut hukum acara PTUN diatur dalam pasal 65 dan 66 UU PTUN, sedangkan hukum acara perdata diatur dalam pasal 121 ayat 1 HIR dan pasal 390 ayat 1 dan pasal 126 HIR. Dalam Hukum acara TUN jangka waktu antara pemanggilan dan hari siding tidak boleh kurang dari 6 hari, kecuali sengketanya tersebut diperiksa dengan acara cepat. Panggilan dikirim dengan surat tercatat. Pemberian Kekuasaan Pemberian kekuasaan terhadap kedua belah pihak menurut hukum acara PTUN diatur dalam pasal 57 UU PTUN, hukum acara perdata diatur dalam pasal 123 ayat 1 HIR. Pemberian kuasa dialkukan sebelumperkara diperiksa harus secara tertulis dengan membuat surat kuasa khusus. Dengan ini si penerima kuasa bisa melakukan tindakan-tindakan yang berkaitan dengan jalannya pemeriksaan perkara untuk dan atas nama si pemberi kuasa. Hakim Majelis Pemerisaan perkara dalam hukum acara PTUN dan acara perdata dilakukan dengan hakim majelis (3 orang hakim), yang terdiri atas satu orang bertindak selaku hakim ketua dan dua orang lagi bertindak selaku hakim anggota (pasal 68 UU PTUN). Persidangan Terbuka untuk Umum Ketentuan ini diatur dalam pasal 70 ayat 1 UU PTUN, sedangkan hukum acara perdata diatur dalam pasal 179 ayat 1 HIR. Setiap orang dapat untuk hadir dan mendengarkan jalannya pemeriksaan perkara tersebut. Apabila hakim menyatakan sidang yang tidak dinyatakan terbuka untuk umum berarti putusan itu tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum serta mengakibatkan batalnya putusan itu menurut hukum, kecuali hakim memandang bahwa perkara tersebut manyangkut ketertiban umum, keselamatan Negara, atau alasan-alasan lainnya yang di muat dalam berita acara. Mendengar Kedua Belah Pihak Dalam pasal 5 ayat 1 UU 14/1970 disebutkan bahwa pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membedakan orang. Hakim boleh mengangkat orang-orang sebagai juru bahasa, juru tulis, dan juru alih bahasa demi kelancaran jalannya persidangan. Pencabutan dan Perubahan Gugatan Penggugat dapat sewaktu-waktu mencabut gugatannya, sebelum tergugat memberikan jawaban. apabila sudah memberikan jawabannya yang di ajukan penggugat maka akan dikabulkan oleh hakim (pasal 76 UU PTUN dan pasal 271 Rv). Dalam hukum acara perdata berdasarkan pasal 127Rv, perubahan dapat dilakukan sepanjang tidak mengubah atau menambahkan petitum. Hak Ingkar Untuk tercapainya putusan yang adil, maka hakim atau panitera wajib mengundurkan diri, apabila terikat hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai derajat ketiga atau hubngan suami atau istri meskipun telah bercerai dengan tergugat, penggugat atau penasihat hukum atau antara hakim dengan salah seorang hakim atau panitera juga terdapat hubungan sebagaimana yang di sebutkan di atas, atau hakim atau paniteratersebut mempunyai kepentingan langsung dan tidak langsung dengan sengketanya (pasal 78 dan pasal 79 UU PTUN). Pengikutsertaan Pihak Ketiga Ketentuan ini diatur dalam pasal 83 UU PTUN. Pihak hadir selama pemeriksaan perkara berjalanbaik atas prakarsa dengan mengajukan permohonan maupunatas prakarsa hakim dapat masuk sebagai pihak ketiga(intervenient) yang membela kepentingannya. Karena pangkal sengketa atau obyek sengketa TUN adalah KTUN, maka masuknya pihak ketiga ke dalam sengketa tersebut tetap harus memperhatikan kedudukan para pihak. Pembuktian Penggugat terlebih dahulu memberikan pembuktian, lalu kewajiban tergugat untuk membuktikan adalah dalam rangka membantah bukti yang di ajukan oleh penggugat dengan mengajukan bukti yang lebih kuat(pasal 100 sampai dengan pasal 107 UU PTUN dan pasal 163 dan 164 HIR. Yang di buktikan peristiwanya bukan hukumnya karena ex offocio hakim dianggap tahu tentang hukumnya( ius curia novit).  Pelaksanaan Putusan Pengadilan Ketentuan ini diatur dalam pasal 115 UU PTUNdan pasal 116 UU PTUN dan pasal 195 HIR. Apabila yang dikalahkan tidak mau secara suka rela memenuhi isi putusan yang dijatuhkan, maka pihak yang dimenangkan dapat mengajukan permohonan pelaksanaan putusan kepada pengadilan yang menjatuhkan putusan itu dalam tingkat pertama ( pasal 116 UU PTUN dan Pasal 196 dan pasal 197 HIR. Juru Sita Ketentuan ini pada pasal 33 ayat 3 UU No. 14 Tahun 1970 tentang ketentuan pokok kekuasaan kehakiman (UUKPKK-70), makahanya mengatur tugas jurusita perkara perdata, yang menyebutkan bahwa pelaksanaan keputusan pengadilan dalam perkara perdata dilakukan oleh panitera dan juru sita dipimpin oleh ketua pengadilan.

Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Sosial Budaya dan Pembangunan Pertahanan Keamanan

Pancasila pada hakikatnya bersifat humanistik karena memang pancasila bertolak dari hakikat dan kedudukan kodrat manusia itu sendiri. Hal ini sebagaimanatertuang dalam sila Kemanusiaan yang adil dan beradab. Oleh karena itu,pembangunan sosial budaya harus mampu meningkatkan harkat dan martabat manusia, yaitu menjadi manusia yang berbudaya dan beradab. Pembangunan sosial budaya yang menghasilkan manusia-manusia biadab, kejam, brutal dan bersifat anarkis jelas bertentangan dengan cita-cita menjadi manusia adil dan beradab. Manusia tidak cukup sebagai manusia secara fisik, tetapi harus mampu meningkatkan derajat kemanusiaannya. Manusia harus dapat mengembangkan dirinya dari tingkat homo menjadi human.Berdasar sila persatuan Indonesia, pembangunan sosial budaya dikembangkan atas dasar penghargaan terhadap nilai sosial dan budaya-budaya yang beragam siseluruh wilayah Nusantara menuju pada tercapainya rasa persatuan sebagai bangsa.Perlu ada pengakuan dan penghargaan terhadap budaya dan kehidupan sosialberbagai kelompok bangsa Indonesia sehingga mereka merasa dihargai dan diterimasebagai warga bangsa. Dengan demikian, pembangunan sosial budaya tidakmenciptakan kesenjangan, kecemburuan, diskriminasi, dan ketidakadilan sosial. Salah satu tujuan bernegara Indonesia adalah melindungi segenap bangsa Indonesiadan seluruh tumpah darah Indonesia. Hal ini mengandung makna bahwa tugas dantanggung jawab tidak hanya oleh penyelenggara negara saja, tetapi juga rakyatIndonesia secara keseluruhan. Atas dasar tersebut, sistem pertahanan dankeamanan adalah mengikut sertakan seluruh komponen bangsa. Sistem pembangunanpertahanan dan keamanan Indonesia disebut sistem pertahanan dan keamanan rakyatsemesta (sishankamrata). Sistem pertahanan yang bersifat semesta melibatkan seluruh warga negara,wilayah, dan sumber daya nasional lainnya, serta dipersiapkan secara dini olehpemerintah dan diselenggarakan secara total terpadu, terarah, dan berlanjutuntuk menegakkan kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan segenapbangsa dari segala ancaman. Penyelenggaraan sistem pertahanan semesta didasarkanpada kesadaran atas hak dan kewajiban warga negara, serta keyakinan padakekuatan sendiri. Sistem ini pada dasarnya sesuai dengan nilai-nilai pancasila, di manapemerintahan dari rakyat (individu) memiliki hak dan kewajiban yang sama dalammasalah pertahanan negara dan bela negara. Pancasila sebagai paradigmapembangunan pertahanan keamanan telah diterima bangsa Indonesia sebagaimanatertuang dalam UU No. 3 Tahun 2002 tentang pertahanan Negara. Dalamundang-undang tersebut dinyatakan bahwa pertahanan negara bertitik tolak padafalsafah dan pandangan hidup bangsa Indonesia untuk menjamin keutuhan dan tetaptegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila danUndang-Undang Dasar 1945.

PANCASILA SEBAGAI PARADIGMA DALAM PEMBANGUNAN ASIONALN

Pembangunaan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manunsia dan masyarakat Indonesia secara berkelanjutan dengan memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta meperhatikan tantangan global,yang pelaksanaan mengacu pada kepribadian bangsa dan nilai luhur yang universal untuk mewujudkan kehidupan bangsa yang berdaulat, mandiri, berkeadilan,sejahtera maju, serta kukuh kekuatan moral dan etikanya,dan tujuan pembangunan itu sendiri untuk meningkatkankesejahteraan seluruh Indonesia, dan pelaksnaannya bukan hanya kewajiban pemerintah melainkan juga seluruh rakyat Indonesia dan untuk mencapai tujuan nasional dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan berkepribadian negara indonesia untuk melaksanakan pembangunan nasional secara menyeluruh. Hal ini sebagai perwujudan praktis dalam meningkatkan harkat dan martabatnya. Secara filosofis hakekat kedudukan pancasila sebagai pradigma dalam nasional kita harus mendasarkan pada hakikat nilai sila-sila dalam pancasila. Oleh karena itu negara dalam rangka mewujudkan tujuannya melalui pembangunan nasional untuk mewujudkan tujuan seluruh warganya harus dikembalikan pada dasar-dasar hakikat manusia “monopluralis”. Unsur-unsur hakikat manusia “monopluralis” meliputi susunan kodrat manusia, rohani (jiwa) dan raga. Sifat kodrat manusia makhluk individu dan makhluk sosial serta kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk pribadi sendiridansebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) pada hakikatnya merupakan suatu hasil kreativitas rohani manusia. Unsur jiwa manusia meliputi aspek akal, rasa, dan kehendak. Atas dasar kreativitas akalnya manusia mengembangkan iptek dalam rangka untuk mengoah kekayaan alam yang disediakan oleh Tuhan. Oleh karena itu tujuan essensial dari IPTEK adalah demi kesejahteraan umat manusia, sehingga IPTEK pada hakikatnya tidak bebas nilai namun terikat oleh nilai. Sila kemanusiaan yang adil dan beradab, memberikan dasar – dasar moralitas bahwa manusia dalam mengembangkan IPTEK haruslah bersifat beradab. Oleh karena itu pengembangan IPTEK harus didasarkan pada hakikat tujuan demi kesejahteraan umat Manusia. IPTEK bukan untuk kesombongan , kecongkakan, dan keserakahan manusia namun harus diabadikan demi peningkatan harkat dan martabat manusia.Sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, mengkomplementasikan pengembangan IPTEK harus menjaga keseimbangan keadilan dalam kehidupan kemanusiaan yaitu keseimbangan keadilan dalam hubungannnyadengan dirinya sendiri, manusia dengan Tuhannya, manusia dengan manusia lain, manusia dengan masyarakat bangsa dan neganegara serta manusia dengan alam lingkungannya.

Jumat, 04 Mei 2012

tugas pokok dan fungsi mahkamah agung

1. FUNGSI PERADILAN a. SebagaiPengadilan Negara Tertinggi, MahkamahAgungmerupakanpengadilankasasi yang bertugasmembinakeseragamandalampenerapanhukummelaluiputusankasasidanpeninjauankembalimenjaga agar semuahukumdanundang-undangdiseluruhwilayahnegara RI diterapkansecaraadil, tepatdanbenar. b. DisampingtugasnyasebagaiPengadilanKasasi, MahkamahAgungberwenangmemeriksadanmemutuskanpadatingkatpertamadanterakhir - semuasengketatentangkewenanganmengadili. - permohonanpeninjauankembaliputusanpengadilan yang telahmemperolehkekuatanhukumtetap (Pasal 28, 29,30,33 dan 34 Undang-undangMahkamahAgung No. 14 Tahun 1985) - semuasengketa yang timbulkarenaperampasankapalasingdanmuatannyaolehkapalperangRepublik Indonesia berdasarkanperaturan yang berlaku (Pasal 33 danPasal 78 Undang-undangMahkamahAgung No 14 Tahun 1985) c. Eratkaitannyadenganfungsiperadilanialahhakujimateriil, yaituwewenangmenguji/ menilaisecaramateriilperaturanperundangandibawahUndang-undangtentanghalapakahsuatuperaturanditinjaudariisinya (materinya) bertentangandenganperaturandaritingkat yang lebihtinggi (Pasal 31 Undang-undangMahkamahAgungNomor 14 Tahun 1985). 2. FUNGSI PENGAWASAN a. MahkamahAgungmelakukanpengawasantertinggiterhadapjalannyaperadilan di semualingkunganperadilandengantujuan agar peradilan yang dilakukanPengadilan-pengadilandiselenggarakandenganseksamadanwajardenganberpedomanpadaazasperadilan yang sederhana, cepatdanbiayaringan, tanpamengurangikebebasan Hakim dalammemeriksadanmemutuskanperkara (Pasal 4 danPasal 10 Undang-undangKetentuanPokokKekuasaanNomor 14 Tahun 1970). b. MahkamahAgunbgjugamelakukanpengawasan : - terhadappekerjaanPengadilandantingkahlakupara Hakim danperbuatanPejabatPengadilandalammenjalankantugas yang berkaitandenganpelaksanaantugaspokokKekuasaanKehakiman, yaknidalamhalmenerima, memeriksa, mengadili, danmenyelesaikansetiapperkara yang diajukankepadanya, danmemintaketerangantentanghal-hal yang bersangkutandenganteknisperadilansertamemberiperingatan, tegurandanpetunjuk yang diperlukantanpamengurangikebebasan Hakim (Pasal 32 Undang-undangMahkamahAgungNomor 14 Tahun 1985). - TerhadapPenasehatHukumdanNotarissepanjang yang menyangkutperadilan (Pasal 36 Undang-undangMahkamahAgungNomor 14 Tahun 1985). 3. FUNGSI MENGATUR a. MahkamahAgungdapatmengaturlebihlanjuthal-hal yang diperlukanbagikelancaranpenyelenggaraanperadilanapabilaterdapathal-hal yang belumcukupdiaturdalamUndang-undangtentangMahkamahAgungsebagaipelengkapuntukmengisikekuranganataukekosonganhukum yang diperlukanbagikelancaranpenyelenggaraanperadilan (Pasal 27 Undang-undang No.14 Tahun 1970, Pasal 79 Undang-undang No.14 Tahun 1985). b. MahkamahAgungdapatmembuatperaturanacarasendiribilamanadianggapperluuntukmencukupihukumacara yang sudahdiaturUndang-undang. 4. FUNGSI NASEHAT a. MahkamahAgungmemberikannasihat-nasihatataupertimbangan-pertimbangandalambidanghukumkepadaLembagaTinggi Negara lain (Pasal 37 Undang-undangMahkamahAgung No.14 Tahun 1985).MahkamahAgungmemberikannasihatkepadaPresidenselakuKepala Negara dalamrangkapemberianataupenolakangrasi (Pasal 35 Undang-undangMahkamahAgung No.14 Tahun 1985).SelanjutnyaPerubahanPertamaUndang-undangDasar Negara RI Tahun 1945 Pasal 14 Ayat (1), MahkamahAgungdiberikankewenanganuntukmemberikanpertimbangankepadaPresidenselakuKepala Negara selaingrasijugarehabilitasi. Namundemikian, dalammemberikanpertimbanganhukummengenairehabilitasisampaisaatinibelumadaperaturanperundang-undangan yang mengaturpelaksanaannya. b. MahkamahAgungberwenangmemintaketerangandaridanmemberipetunjukkepadapengadilandisemualingkungaperadilandalamrangkapelaksanaanketentuanPasal 25 Undang-undang No.14 Tahun 1970 tentangKetentuan-ketentuanPokokKekuasaanKehakiman. (Pasal 38 Undang-undang No.14 Tahun 1985 tentangMahkamahAgung). 5. FUNGSI ADMINISTRATIF a. Badan-badanPeradilan (PeradilanUmum, Peradilan Agama, PeradilanMiliterdanPeradilan Tata Usaha Negara) sebagaimanadimaksudPasal 10 Ayat (1) Undang-undang No.14 Tahun 1970 secaraorganisatoris, administrative danfinansialsampaisaatinimasihberadadibawahDepartemen yang bersangkutan, walaupunmenurutPasal 11 (1) Undang-undangNomor 35 Tahun 1999 sudahdialihkandibawahkekuasaanMahkamahAgung. b. MahkamahAgungberwenangmengaturtugassertatanggungjawab, susunanorganisasidantatakerjaKepaniteraanPengadilan (Undang-undang No. 35 Tahun 1999 tentangPerubahanAtasUndang-undang No.14 Tahun 1970 tentangKetentuan-ketentuanPokokKekuasaanKehakiman). 6. FUNGSI LAIN-LAIN Selaintugaspokokuntukmenerima, memeriksadanmengadilisertamenyelesaikansetiapperkara yang diajukankepadanya, berdasarPasal 2 ayat (2) Undang-undangNomor 14 Tahun 1970 sertaPasal 38 Undang-undangNomor 14 Tahun 1985, MahkamahAgungdapatdiserahitugasdankewenangan lain berdasarkanUndang-undang. oleh MahkamahAgungRepublik Indonesia pada 30 Januari 2009

pro dan kontra hukuman mati

Pidana mati atau hukuman mati merupakan pemidanaan terberat, karena berhubungan dengan hak hidup seseorang.Pencabutan hak hidup si terhukum mati jika telah dieksekusi dan dikemudian hari ditemukan bukti baru yang membuktikan bahwa si tereksekusi bukan pelakunya, maka tidak mungkin untuk dikembalikan dalam keadaan semula (dihidupkan kembali), untuk itu perlu kehati-hatian untuk menjatuhkan hukuman mati, terutama bagi para Hakim. Praktek peradilan dan khususnya sistem pembuktian hukum pidana Indonesia, terutama Penyidik/Kepolisian masih belum dapat sepenuhnya melepaskan cara-cara lama mengejar pengakuan tersangka dalam melakukan penyidikan, yakni masih adanya penekanan dan penyiksaan pada orang yang dianggap pelaku perbuatan pidana (jngat kasus pembunuhan di Jombang dan di Sulawesi). Kejaksaan dalam hal ini Penuntut Umum, yang semestinya mempelajari perkara yang diajukan kepadanya sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan pasal-pasal hukum yang akan dibuktikan dalam persidangan, seringkali secara serampangan karena mungkin ada muatan dari pihak-pihak tertentu yang menyebabkan berbuat serampangan, demikian juga pada waktu penuntutan acap kali sangat tidak memperhatikan rasa prikemanusiaan lagi, memang bukan kuwajiban penuntut umum, tetapi hatinurani sebagai manusia atau bisikan hati sanubari itupun seharusnya tidak diabaikan begitu saja. Banyak nada minus atas putusan lembaga Pengadilan ini, dan pengadilan seringkali diberi gelar sebagai lembaga stempel atau lembaga yang melegalisasi Berita Acara Pemeriksaan Penyidik dan tuntutan Penuntut Umum, seringkali seharusnya tidak terbukti, tetapi karena tuntutan Penuntut Umum Tinggi yang mestinya dibebaskan dalam prakteknya selalu dihukum paling rendah separo dari tuntutan Penuntut Umum yang seharusnya bebas, kecuali perkara-perkara yang telah menjadi perhatian public (contoh kasus seperti Prita, kasus pembunuhan di Jombang dlsb). Andaikan kasus Prita dan kasus Jombang tidak memperoleh perhatian masyarakat atau para Capres yang lagi getol-getolnya kampanye, dalam hal ini dapat dipastikan bahwa Prita akan dihukum dan tidak mungkin dibebaskan seperti saat ini. Karena keadaan praktisi-praktisi peradilan demikian, maka tidak dapat disalahkan jika di masyarakat akhirnya timbul pro dan kontra pada hukuman mati. BAGI YANG KONTRA HUKUMAN MATI, selalu mengaitkan dengan Hak Asasi Manusia, Panca Sila dan hak pencabutan nyawa seseorang, karena hukuman mati dianggap sebagai pelanggaran hak asasi manusia yang terdalam yakni hak untuk hidup dan tidak ada satupun manusia di dunia ini mempunyai hak untuk mengakhiri hidup manusia lain meskipun dengan atas nama hukum atau negara, apalagi Indonesia menganut dasar Falsafah Panca Sila yang menghormati harkat dan martabat manusia serta berke-Tuhanan, karena yang paling berhak mencabut nyawa mahluk hidup hanya Tuhan. BAGI YANG PRO HUKUMAN MATI, Demi ketentraman dan kenyamanan hidup masyarakat serta keadilan, maka sudah wajar dan pantas jika pelaku kejahatan yang sadis atau perbuatan yang dapat menimbulkan kekacauan dan kerugian orang banyak atau masyarakat disingkirkan dari muka bumi ini. Hukum Hak Asasi Manusia dan Panca Sila bukan untuk melindungi penjahat atau orang yang berbuat merugikan orang banyak, karena Hukum Hak Asasi Manusia dan Panca Sila untuk melindungi kepentingan orang banyak atau masyarakat, sedangkan hak mencabut nyawa seseorang memang benar hak Tuhan tetapi dalam hal ini dapat juga diartikan bahwa Tuhan telah mengutus hakim dan regu tembak untuk mencabut nyawa siterpidana, jika Tuhan tidak mengutus dan/atau mengijinkan maka tidak mungkin siterpidana akan berhadapan dengan regu tembak eksekutor dan mati. BAGI YANG PRO DENGAN SYARAT-SYARAT TERTENTU, hukuman mati tiu tidak menjadi persoalan jika saat penyidikan kepada tersangka diberi hak-haknya secara wajar tanpa adanya unsur paksaan dalam arti dihormati Hak Asasi Manusia-nya dan hak hukumnya untuk didampingi seorang Advokat atau lebih dan tidak ada pemaksaan atau provokasi dengan motif tertentu sepeninggal Advokatnya, serta diyakini dengan benar bukan karena keterpaksaan bahwa memang benar sitersangka adalah pelakunya. Penjahat atau perbuatan yang sangat merugikan orang banyak dan merusak generasi bangsa serta menimbulkan rasa ketakutan atau kecemasan masyarakat memang seharusnya disingkirkan dari muka bumi. Djawara Putra Petir, MP., SH., MH. Advokat & Lawyer http://umum.kompasiana.com/2009/06/20/pro-dan-kontra-hukuman-mati/

Minggu, 22 April 2012

ANALISIS TEORI HAM ATAS KEBERADAAN PNPS NO 1/1965

Pada dasarnya teori utilitarian yang dianut oleh HAM adalah untuk mencapai kebahagiaan umat manusia, yang menjadi tolak ukur dari teori utilitarian ini adalah kebahagian masyarakat mayoritas. Sedangkan apabila teori ini diterapkan akan berdampak pada kebebasab individu yang dikorbankan untuk kepentingan mayoritas dalam artian kebahagiaan masyarakat mayoritas, yang terkadang kepentingan mayoritas itu sendiri dapat menindas masyarakat minoritas, dan apabila peraturan yang dibuat tidak memperhatikan masyarakat minoritas itu sendiri, bahkan masyarakat minoritas dapat dikucilkan. Dalam analisis kasus penulis yang beberapa waktu lalu berpendapat bahwa teori ini digunakan dalam pembuatan PNPS No 1/1965. Hampir diseluruh Indonesia tidak sedikit timbul aliran-aliran atau Organisasi-organisasi kebatinan/kepercayaan masyarakat yang bertentangan dengan ajaran-ajaran dan hukum Agama. Menurut pemerintah dengan timbulnya aliran aliran kepercayaan yang baru telah menimbulkan hal-hal yang melanggar hukum, memecah persatuan Nasional dan menodai Agama. Dari fak ta yang sedang berkembang itulah, bahwa aliran-aliran atau Organisasi-organisasi kebatinan/kepercayaan masyarakat yang menyalah-gunakan dan/atau mempergunakan Agama sebagai pokok, pada akhir-akhir ini bertambah banyak dan telah berkembang kearah yang sangat membahayakan Agama-agama yang ada. Untuk mencegah berlarut-larutnya hal-hal tersebut diatas yang dapat membahayakan persatuan Bangsa dan Negara, maka dalam rangka kewaspadaan Nasional dan dalam Demokrasi Terpimpin Pemerintah menganggap perlu mengeluarkan keluarkan Penetapan Presiden sebagai realisasi Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959 yang merupakan salah satu jalan untuk menyalurkan ketata-negaraan dan keagamaan, agar oleh segenap rakyat diseluruh wilayah Indonesia ini dapat dinikmati ketenteraman beragama dan jaminan untuk menunaikan ibadah menurut Agamanya masing-masing. Bahwa PNPS tersebut secara historis merupakan sebuah peraturan yang dibentuk pada keadaan darurat. Hal ini ditujukan untuk membendung aliran-aliran keagamaan yang menentang pemerintah. Dalam penjelasan umumnya disebutkan bahwa PNPS tersebut ditujukan untuk mengamankan negara dan masyarakat dimana penyalahgunaan atau penodaaan agama dipandang sebagai ancaman revolusi. Penafsiran sebuah agama, dan pelarangan terhadap keyakinan seseorang telah bertentangan dengan prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia khususnya dalam hal hak asasi untuk beragama. Hal ini dianggap bertentangan dengan beberapa peraturan seperti UUD 1945 “Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apa pun”. Bertentangan pula dengan Deklarasi Hak Asasi Manusia (DUHAM) “ Setiap orang berhak atas semua hak dan kebebasan-kebebasan yang tercantum di dalam Deklarasi ini dengan tidak ada pengecualian apa pun, seperti pembedaan ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, politik atau pandangan lain, asal-usul kebangsaan atau kemasyarakatan, hak milik, kelahiran ataupun kedudukan lain. Selanjutnya, tidak akan diadakan pembedaan atas dasar kedudukan politik, hukum atau kedudukan internasional dari negara atau daerah dari mana seseorang berasal, baik dari negara yang merdeka, yang berbentuk wilyah-wilayah perwalian, jajahan atau yang berada di bawah batasan kedaulatan yang lain., Kovenan Internasional Sipil dan Politik serta instrument hukum lainnya”. Serta hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak kebebasan pribadi, pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi dan persamaan di hadapan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun dan oleh siapapun. Batasan mengenai “penodaan”, “penistaan” dan “penyalahgunaan” agama adalah sangat absurd sehingga dapat digunakan oleh rezim yang berkuasa untuk melakukan kriminalisasi terhadap minoritas beragama lainnya. Kebebasan beragama hanya dapat dilakukan dengan parameter sebagaimana “pelarangan atas propaganda perang serta tindakan yang menganjurkan kebencian atas dasar kebangsaan, ras atau agama yang merupakan hasutan untuk melakukan tindak diskriminasi, permusuhan atau kekerasan”. Pada dasarnya tidak ada lembaga yang dapat memberikan label sesat maupun tidak sesat karena prinsip-prinsip keberagamaan di Indonesia sendiri memiliki keragaman dan tafsiran yang seharusnya diakomodasi oleh pemerintah.

Jumat, 20 April 2012

KESEJAHTERAAN BURUH DI INDONESIA

Indonesia merupakan salah satu Negara berkembang yang sedang giat-giatnya melakukan pembangunan. Untuk itu Indonesia berusaha meningkatkan kualitas dan taraf hidup rakyatnya. Salah satunya dengan mengurangi angka kemiskinan masyarakatnya. Karena menurut data dari bank dunia (world bank) seperti yang dikutip oleh HS.Dillon dan Hermanto, bahwa jumlah penduduk miskin di Negara berkembang pada tahun 1988 adalah sekitar 1.116 juta jiwa atau sepertiga dari jumlah penduduk Negara-negara berkembang. Dan menurut Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk miskin di Indonesia sebesar 27,2 juta jiwa(1990) atau mengalami penurunan dari sekitar 54,2 juta jiwa di tahun 1976. Meskipun mengalami penurunan, namun hal tersebut belum bisa dikatakan berhasil, dikarenakan Indonesia masih dikategorikan Negara berkembang yang miskin. Dari sekian juta penduduk miskin tersebut, salah satunya adalah buruh. Suatu kelompok masyarakat yang di pemikiran kita nasibnya memang selalu digambarkan memprihainkan, tidak punya kekuatan, tenaganya selalu dieksploitasi secara maksimal dan selalu menguntungkan golongan pengusaha. Seperti yang dikemukakan oleh Karl Marx, yang melihat bahwa konsep kelas merupakan kategori yang mendasar dalam struktur social. Factor-faktor yang mempengaruhi gaya hidup dan kesadaran individu adalah posisi kelas. Konflik-konflik yang terjadi didalam masyarakat, terutama disebabkan oleh kelas-kelas yang berbeda. Didalam masyarakat kapitalis, sebenarnya terbagi atas dua kelompok besar yang saling bermusuhan dan berhadapan secara langsung, yaitu kelas borjuis dan kelas proletar. Kaum proletar menurut Marx yang selalu sadar akan posisinya yang tertekan akan berusaha akan berusaha berjuang memikirkan untuk perbaikan nasibnya. Kaum proletar akan berusaha untuk bersatu memperjuangkan kelasnya melawan kaum borjuis. Soejatmoko (1980) mengatakan bahwa golongan masyarakat miskin terpenjarakan oleh struktur-struktur social eksploitatif yang membuat masyarakat miskin (buruh) akan selalu tergantung dan tidak berdaya. Seperti halnya yang terjadi pada buruh nelayan. Buruh nelayan, nasib dan tingkat upahnya tergantung dari sejumlah kecil juragan yang memiliki kapal. Tidak ada harapan bahwa buruh nelayan akan dapat memperbaiki nasibnya dalam keadaan yang semacam itu tanpa adanya organisasi. Hal tersebut sebanding dengan realita kehidupan perburuhan di Indonesia. Untuk memperjuangkan tuntutannya, buruh di Indonesia senantiasa bersatu membentuk suatu wadah yang terorganisir dan tersistematis dengan harapan tuntutan mereka dapat didengar dan dipenuhi oleh golongan pengusaha dan pemerintah. Umumnya tuntutan para buruh di Indonesia berkisar pada masalah-maslah perbaikan kesejahteraan BURUH SEBAGAI KOMODITI POLITIK Buruh sebagai golongan kelompok social yang mempunyai potensi untuk berperan melakukan perubahan social maupun politik, tidak bisa dipandang remeh dalam dinamika perjalanan masyarakat dan bangsa. Meskipun dipandang sebagai golongan masyarakat terbawah dalam stratifikasi social masyarakat kapitalis. Seringkali buruh dipandang sebagai suatu kelompok masyarakat yang dapat memberikan manfaat dalam proses politik. Tidak hanya di Indonesia, didalam perpolitikan Negara-negara di dunia, seringkali buruh dimanfaatkan sebagai kendaraan politik kelompok-kelompok maupun golongan. Seperti yang terjadi di Negara Australia belum lama ini, yaitu kemenangan Kevin Ruud dari partai buruh untuk menjadi Perdana Menteri. Hal tersebut makin membuktikan bahwa buruh memegang peranan penting dalam perpolitikan. Di Indonesia, buruh seringkali juga dimanfaatkan sedemikian rupa oleh pihak-pihak yang berkepentingan sehingga mereka mampu berada pada posisi yang baik dengan dukungan buruh. Pada masa orde baru misalnya, dengan jargon atau semangat pembangunan karena buruh. Selain itu dengan banyaknya partai-partai buruh yang berdiri semakin mengindikasikan bahwa buruh memiliki nilai jual yang tinggi dalam perpolitikan. KESEJAHTERAAN BURUH Meskipun buruh mempunyai posisi yang strategis dalam perpolitikan bangsa, namun seringkali suara buruh tidak didengar oleh para birokrat. Seringkali buruh hanya menjadi kebutuhan sementara bagi para pihak-pihak yang berkepentingan dan meninggalkanya ketika mereka sudah masuk pada lingkaran kekuasaan. Sangat ironis sekali melihat realita yang terjadi antara buruh dan birokrasi. Padahal kalau kita melihat bahwa kalangan industri sangat diuntungkan upah buruh Indonesia yang bisa dibilang sangat murah sekali dibandingkan dengan Negara-negara berkembang lainya. Dengan upah buruh yang relative rendah tersebut dan produktivitas buruh yang sedemikian tinggi, buruh mampu memberikan keuntungan yang besar bagi kalangan dunia usaha atau pengusaha. Hal ini bisa dilihat dari nilai tambah rata-rata setiap pekerja per tahun pada industri pangan sebesar 9,3 juta, indusri sandang 6,9 juta dan industri barang capital 16,7 juta atau sebanyak 10,5 juta untuk semua industri. Itu terjadi pada tahun 1997. Angka ini menunjukkan bahwa industri memungkinkan untuk memperbaiki upah buruh bahkan memberi upah yang tinggi . Disamping itu terdapat ketimpangan yang sangat mencolok antara upah yang diterima pekerja dengan keuntungan yang diperoleh pengusaha melalui peningkatan produktifitas buruh . Namun kenyataan berbicara lain, tuntutan normative buruh yang menginginkan perbaiakan kesejahteraan dengan cara peningkatan upah seringkali tidak mendapat respon yang memadai dari pihak-pihak yang seharusnya bertanggung jawab. Pemerintah sebagai pihak yang seharusnya melindungi hak-hak buruh dengan aturan-aturan yang dibuatnya, seringkali atau bahkan tidak memainkan peranannya untuk membela hak-hak buruh. Justru yang terjadi sebaliknya, pemerintah malah menurunkan standart upah minimum buruh dibawah standart yang layak. Setali tiga uang dengan pemerintah, pengusaha sebagai golongan yang mengeksploitasi tenaga buruh juga tidak menampakkan taringnya. Padahal dengan naiknya upah buruh juga akan menyebabkan naiknya daya beli masyarakat secara umum. Uang dari buruh akhirnya kembali ke tangan para pengusaha melalui berbagai transaksi yang dilakukan oleh buruh dan keluarganya yang pada gilirannya akan memberikan kontribusi yang positif pada pertumbuhan ekonomi. HUBUNGAN BURUH dan PENGUSAHA Hubungan antara buruh dan pengusaha idealnya adalah saling menguntungakan antara satu dengan yang lainnya. Disisi buruh, semestinya sudah mendapatkan apa seharusnya menjadi hak-haknya. Tidak hanya upah yang memberi kesejahtetaan terhadap kehidupan buruh itu sendiri. Namun juga hal-hal lain yang sekiranya dapat menunjang kesejahteraan buruh tersebut. Diantaranya jaminan social tenaga kerja (Jamsostek), mekanisme pemutusan hubungan kerja sampai pada pembayaran uang pesangon ketika buruh sudah memasuki purna kerja. Karena yang terjadi selama ini buruh seringkali hanya mendapat upah pekerjaanya tanpa mengerti yang menjadi hak-haknya. Kemudian yang terjadi, misalnya ketika buruh mengalami kecelakaan kerja, buruh tidak mengetahui bahwa dia mempunyai hak untuk mendapatkan jaminan social tenaga kerja. Atau ketika buruh di PHK tanpa tahu penyebabnya, bahwa didalam pemutusan hubungan kerja dalam dunia usaha, terdapat mekanisme yang harus dipatuhi oleh golongan pengusaha, salah satunya dengan memberi uang pesangon. Disamping hak, buruh juga harus paham dengan apa yang menjadi kewajibannya, yaitu menjalankan fungsi buruh sebagai pelaku. PERAN PEMERINTAH Peran pemerintah sangat vital sekali dalam terciptanya iklim yang kondusif bagi perekonmian bangsa. Pemerintah sebagai pembuat regulator semestinya mengetahui apa-apa yang dibutuhkan oleh pelaku dunia usaha yang diantaranya adalah buruh dan pengusaha tanpa membedakan status mereka dalam struktur masyarakat. Pemerintah harus bersikap arif dan fair dalam membuat regulator yang nantinya tidak mengntungkan atau merugikan salah satu pihak. Didalam masalah perburuhan nasional, pemerintah harus mengedepankan nilai-nilai social termasuk juga membuat regulator yang menjamin kesejahteraan buruh oleh perusahaan. Kesejahteraan buruh sangat perlu diperhatikan oleh pemerintah, karena apabila kita lihat bahwa tidak sedikit dari masyarakat Indonesia yang bekerja sebagai buruh pada dunia industri. Kita misalkan, apabila kesejahteraan buruh tidak mendapat perhatian yang serius oleh pemerintah dan para buruh tetap hidup dalam garis kemiskinan, maka akan tercipta masalah social baru didalam masyarakat. Seperti kita lihat pada kasus diatas, terlihat bahwa peran pemerintah sangat minim sekali didalam upayanya meningkatkan kesejahteraaan buruh. Pemerintah cenderung untuk membela kaum pengusaha dengan asumsi bahwa semakin rendah upah yang dibayarkan kepada buruh, maka semakin hidup dunia industri, Sudah saatnyalah pemerintah memainkan peranannya untuk lebih bersikap balance tanpa merugikan kaum buruh dan juga kaum dunia usaha. Buruh sudah semestinya diberi ruang untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Salah satunya dengan regulator yang dibuat pemerintah. Dewan Pimpinan Pusat Gabungan Serikat Pekerja Merdeka Indonesia (Gaspermindo) Moh Jumhur Hidayat menyebutkan, tingkat kesejahteraan setiap buruh saat ini baru seperenam dari rata-rata pendapatan per kapita nasional yang mencapai 3.000 dolar AS per tahun. "Rata-rata setiap buruh baru 500 dolar per tahun, padahal mereka mesti menghidupi keluarganya," kata Jumhur di Bandung, Minggu (4/3/2012), di sela Kongres III Gaspermindo (Gabungan Serikat Pekerja Merdeka Indonesia) bertema "Buruh Bersatu: Menolak Penyalahgunaan Outsourcing" 3-4 Maret 2012. Untuk itu, katanya, ia meminta pemerintah menurunkan suku bunga kredit yang saat ini masih belasan persen, sehingga menyebabkan biaya produksi yang tinggi. Selain itu, pemerintah juga dimita memperbaiki infrastruktur perekonomian, serta menolak mekanisme tenaga alih daya (outsourcing). "Banyak unsur yang harus dikikis agar pendapatan buruh meningkat," kata Jumhur yang juga Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI)