Selasa, 29 Mei 2012

hak atas rumah bagi kaum miskin

Manusia dan tempat tingal adalah saling melengkapi satu sama lain di era modern sperti saat ini, kenapa tidak karna pada dasarnya manusia membutuhkan tempat tinggal untuk berlindung dari keadaan alam, dan tempat tinggal harus di tempati oleh pemiliknya jika tidak maka akan ada makhluk ghoib yg menempatinya. Makna dari tempat tinggal itu sendiri bisa berarti sangat luas, bisa diartikan sebagai sebuah rumah, tempat berteduh selain rumah, tempat berteduh yang bersifat sementara. Pada konstitusi tertinggi Negara ini yakni UUD 1945 telah di amandemen sebanyak empat kali, pada amandemen yang ke dua tepatnya pada tahun 2000 lalu, telah terdapat BAB Hak Asari Manusia yang lebih terperinci dari amandemen sebelumnya. Pada pasal 28H ayat (1) dikatan bahwa “ setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin,bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehat” dalam pasal ini hidup sejahtera lahir dan batin meliputi hak bertempat tinggal, hak mendapat lingkungan hidup yang baik dan sehat, serta hak memperoleh pelayanan kesehatan. Yang perlu digaris bawahi dalam penelasan diatas adalah hak bertemat tinggal. Kita tinggalkan sejenak tentang penjelasan pasal 28H ayat (1) UUD 1945, Indonesia telah meratifikasi ICESC pada tahun 2005. Pada pasal 11 ayat (1) penggunaan kalimat “pengakuan hak atas penghidupan yang layak” dalam pasal ini kehidupa yang layak meliputi kecukupan hak makanan, rumah, dan pakaian. Yang perlu digaris bawahi dalam penjelasan p`ragraf ini adalah hak rumah. Jika dibandingkan dengan UUD 1945 pasal 28H ayat (1) dengan ICESCR pasal 11 ayat (1), perbedaan dari tempat tinggal dan rumah memiliki makna yang berbeda. Tempat tinggal seperti halnya manusia zaman purba hanya bersifat sementara dan ada yang menetap, seperti contohnya bertempat tinggal dikolong jembatan bisa juga menumpang di tempat saudara, bahkan sampai mendirikanbangunan rumah yang bukan pada haknya. Sedangkan rumah bisa diartikan adalah tempat tinggal yang sah dan memiliki serifikat serta surat atas haknya sehingga pendiriannya tidak illegal. Perkembangan masyatrakat kota Indonesia saat ini sangatlah pesat di karnakan faktor mencari pekerjaan di kota lebih mudah dari pada di desa, dan pada akhirnya dengan kepadatan tersebut ada beberapa masyarakt yang mendirikan baguna rumah secar illegal. Bisa dikatakan Indonesia sangat berani meratifiksi ICESCR dan patut untuk diapresiasi keberaniannya. Akan tetapi penerapan ICESCR itu sendiri belum terealisasi secara maksimal, dari penjelasa UUD 1945 pasal 28H ayat (1) sangat menghawatirkan sedangkan pasal 9 UU no 39 tahun 1999 yang seharusnya memperkuat akan tetapi justru malah melemahkan UUD psal 28H ayat (1) karna tidak adanya penjelasan yang pasti mengenai “hak untuk meningkatkan taraf hidup” pada UU 39 pasal 9 tersebut. Dari beberapa penjelasa diatas Negara bisa dikatakan melanggar hak asasi manusia mengacu pada ICESCR yang sudah diratifikasi oleh Indonesia. Seharusnya Hak untuk mendapatkan rumah yang laya dan memiliki keabsahan yang pasti (legal) yang terdapat pada penjelasan ICESCR malah dibatasi oleh perundang-undangan di Indonesia. Dengan demikian Negara wajib menjamin pemenuhan hak atas rumah dengan beberapa indicator 1. Sifat kepemilikan hakya, untuk mendapatkan haknya terpenuhi sebagai pemilik atas tanah dan bangunan yang berdiri siatasnya. 2. Harga terjangkau, semua masyarakat dari kalangan (khususnya) kelas menengah kebawah mampu untuk membeli rumah beserta bangunan yang ada diatasnya. 3. Kelayakan, dengan harga terjangkau untuk semua masyarakat miskin kulitas dan kelayakan harus diutamakan karna menyangut keselamatan penghuninya. 4. Lokasi, lokasi berpengaruh pada keselamatan juga karna jangan sampai dengan harga yang sangat murah berlokai di pinggir jurang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar